Rumah Panjang - Rumah Adat Kalimantan Barat
ILMU
BUDAYA DASAR
RUMAH
ADAT KALIMANTAN BARAT
“RUMAH
PANJANG”
DISUSUN
OLEH:
NAMA: MELTHA ALHIDAYA PUTRA
NPM: 56414585
KELAS:
1IA02
DOSEN:
SRI WULANDARI
PROGRAM
STUDI TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS
TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS
GUNADARMA
2014/2015
Bab I
Pendahuluan
Latar Belakang
Rumah Panjang ialah rumah adat
khas dari Kalimantan Barat yang dulunya hampir terdapat di segala penjuru Kalimantan
Barat terutama tepi sungai yang biasanya menjadi pusat tempat tinggal suku Dayak. Rumah Panjang didirikan untuk
mempererat persaudaraan sebagai simbol kekeluargaan dimana mereka saling
bergotong royong antara keluarga satu dengan lainnya. Setiap kehidupan individu
rumah tangga dan masyarakat secara sistematis diatur oleh kesepakatan bersama
yang dituangkan dalam hukum adat. Hidup bersama jauh lebih baik bagi suku Dayak
karena merupakan tujuan dari bangunan Rumah Panjang agar dapat bertukar pikiran
serta menyampaikan aspirasinya.
(Gambar
1.1. Rumah Panjang tampak dari samping)
Dengan
mendiami Rumah Panjang dan menjalani segala proses kehidupan, suku Dayak
menunjukkan bahwa mereka memiliki naluri untuk hidup bersama dan berdampingan.
Mereka mencintai kedamaian dalam komunitas harmonis sehingga mereka mempertahankan
tradisi Rumah Panjang. Harapan ini didukung kesadaran demi kepentingan bersama.
Kesadaran tersebut dilandasi oleh alam pikiran, religious dan magis, yang
menganggap bahwa setiap warga mempunyai nilai dan kedudukan serta hak hidup
yang setara dalam lingkungan masyarakatnya.
Bab
II
Pembahasan
Tipologi
Bangunan Rumah Panjang
Cirinya yakni berbentuk seperti panggung
dan memanjang. Panjangnya bisa mencapai 30-150 meter serta lebarnya dapat
mencapai sekitar 10-30 meter, memiliki tiang tingginya berkisar antara 3-5
meter. Rumah Panjang juga disebut sebagai “Rumah Suku”, karena dipimpin oleh
seorang Pambakas Lewu (ketua suku). Pada suku Dayak tertentu, pembuatan Rumah
Panjang haruslah memenuhi beberapa persyaratan seperti:
a)
Pada
hulunya searah dengan matahari terbit dan sebelah hilirnya ke arah matahari
terbenam. Konon dianggap simbol kerja keras bertahan hidup mulai matahari
terbit hingga terbenam.
b)
Terdapat
sebuah tangga (hejot) dan pintu
masuk. Tangga ini digunakan sebagai alat penghubung.
c)
Rumah
Panjang terdapat puluhan bilik dan satu bilik dihuni satu keluarga. Tiap bilik
(pintu) membutuhkan kurang lebih 24 tiang. Pintu akses masuk mesti melalui
tangga dari bawah kolong yang dilengkapi anakan tangga.
d)
Di
dalam rumah terdapat kamar yang berpetak, dan diruangan muka ada tempat
menerima tamu atau tempat pertemuan (samik).
e)
Dibelakang
rumah ada balai kecil, sebagai tempat menyimpan lesung untuk menumbuk padi.
f)
Terdapat
Karayan, yakni semacam pelataran
berfungsi penghubung dapur dengan bangunan utama, juga sebagai tempat istirahat
dan sebagai tempat menyimpan sementara hasil hutan.
g)
Rumah
Panjang memiliki satu dapur sehingga seluruh penghuni menggunakan dapur secara
bergantian.
h)
Terdapat Pante atau lantai
di depan
bagian luar atap yang menjorok keluar, berfungsi antara lain: Menjemur padi, pakaian, dan mengadakan
Upacara penyambutan Tamu agung, sunatan dan upacara adat lainnya.
i)
Terdapat
Serambi
yakni pintu masuk setelah melewati pante yang jumlah nya sesuai dengan jumlah
kepala keluarga.
j)
Terdapat Jungkar
yakni ruangan tambahan belakang bilik keluarga masing-masing yang atapnya
menyambung atap Rumah Panjang, ada kalanya bumbung atap berdiri sendiri.
Jungkar ini ditempatkan sebuah tangga masuk atau keluar bagi satu keluarga,
agar tidak mengganggu tamu.
k)
Dibangun
tinggi dari permukaan tanah ini dimaksudkan ialah untuk menghindari hal-hal
yang meresahkan para penghuni Rumah Panjang, seperti menghindar dari musuh yang
dapat datang secara mengejutkan, binatang buas, atau pun banjir yang
kadang-kadang datang melanda. Hampir semua Rumah Panjang dapat ditemui di pinggiran
sungai-sungai besar yang ada di Kalimantan.
Kisah di balik tinggi
Rumah Panjang
Pada zaman perang, ketika sering terjadi perang di antara suku Dayak,
Suku Dayak Iban memilih tidak ikut perang. Konon, Rumah Panjang itu dibangun
tinggi menghindari serangan musuh dan mencegah musuh naik ke dalam rumah. Suku
Dayak berperang menggunakan sumpit (kayu panjangujungnya runcing) yang diberi
racun. Sumpit
tersebut ditancapkan ke musuh dari bawah rumahnya, melalui sela lantai kayu.
Dari dalam rumah, serangan balik sumpit pun dihujamkan ke musuh yang menyerang.
Sumpit beracun itu menakutkan karena dapat berakibat fatal bila terkena.
Filosofi dan Tradisi
Kehidupan Suku Dayak Rumah Panjang
Istilah Manyanggar berasal dari kata "Sangga". Artinya
adalah batasan atau rambu. Upacara Manyanggar kemudian lambat laun diartikan
sebagai ritual. Manyanggar ini ditradisikan masyarakat Dayak dikarenakan mereka
percaya bahwa hidup di dunia, selain manusia juga hidup makhluk halus. Perlunya
membuat rambu atau tapal batas dengan roh halus diharapkan agar keduanya tidak
saling mengganggu alam kehidupan, serta ungkapan penghormatan terhadap
kehidupan makluk lain. Ritual Manyanggar digelar saat ingin membuka lahan baru
untuk pertanian, mendirikan bangunan untuk tempat tinggal atau sebelum
dilangsungkannya kegiatan masyarakat dalam skala besar.
Sapundu merupakan sebuah patung atau
totem pada umumnya berbentuk manusia yang memiliki ukiran yang khas fungsinya
untuk mengikatkan binatang yang dikurbankan untuk prosesi upacara adat.
Terkadang terdapat Patahu di halaman
berfungsi sebagai rumah pemujaan.
Pada Rumah Panjang terdapat
sebuah tempat yang dijadikan tempat penyimpanan senjata, biasa disebut Bawong. Pada bagian depan atau bagian
belakang biasanya terdapat pula Sandung
yakni tempat penyimpanan tulang keluarga yang sudah meninggal serta telah
melewati proses upacara.
Hubungan Tipologi
Bangunan dengan Filosofi Hidup Suku Dayak
Rumah Panjang memang bukan hunian
mewah dengan perabotan canggih seperti yang di idamkan masyarakat modern saat
ini. Rumah Panjang cukuplah dilukiskan sebagai sebuah hunian yang sederhana
dengan perabotan seadanya. Namun, dibalik kesederhanaan itu, Rumah Panjang
menyimpan sekian banyak makna dan nilai kehidupan yang unggul. Tak dapat
dipungkiri bahwa rumah telah menjadi simbol yang kokoh dari kehidupan
masyarakat Dayak.
Rumah Panjang juga merupakan
pusat segala kegiatan tradisional, yakni Rumah Panjang itu di bangun untuk
kehiupan komunal, karena kegiatan di Rumah Panjang menyerupai suatu proses
pendidikan tradisional yang bersifat non-formal menjadi tempat untuk membina
keakraban satu dengan lain, sebab mereka berada di bawah satu atap. Di tempat
inilah mereka berbincang-bincang bertukar pikiran mengenai berbagai pengalaman,
pengetahuan dan keterampilan. Hal seperti itu bukanlah sesuatu yang sukar
dilakukan, walaupun malam hari atau bahkan saat cuaca buruk.
Di Rumah Panjang, gotong royong
sudah tertanam sejak tiang bangunan tersebut ditancapkan. Semua orang saling
membantu. Seperti pada acara Lepas Pantang (Upacara Pemakaman) yakni masa
berkabung setelah salah satu warga meninggal dunia, bapak-bapak atau Apay-Apay menyiapkan keperluan ritual
Lepas Pantang. Kemudian, anak-anak remaja pergi ke hutan untuk mencari bahan
yang diperlukan untuk memasak.
(Gambar 2.1. Suasana disekitar
Rumah Panjang)
Tidak hanya untuk acara tertentu, setiap 20 hari sekali semua warga membersihkan sumber mata air mereka. Esok paginya, ibu-ibu atau Inay-inay biasanya mengobrol sambil memasak bersama-sama, menganyam, menenun, menyiangi sayur atay, melakukan aktivitas lain sepulang dari ladang. Dan di bagian tengah, anak-anak berkumpul membaca buku sumbangan dari sebuah lembaga masyarakat.
Bab
III
Penutup
1V.
Kesimpulan
1.
Rumah Panjang merupakan jantung dari struktur sosial
kehidupan orang Dayak. Setiap kehidupan individu dalam rumah tangga dan
masyarakat secara sistematis diatur oleh kesepakatan bersama yang dituangkan
dalam hukum adat.
2.
Rumah
Panjang itu dibangun tinggi menghindari bencana banjir, serangan musuh dan
mencegah musuh naik ke dalam rumah. Suku Dayak berperang menggunakan sumpit
(kayu panjangujungnya runcing) yang diberi racun.
3.
Tata ruang dari Rumah Betang biasanya terdiri dari
Sado', Padongk, Bilik, dan Dapur. Bentuk bangunan panjang, berkolong tinggi,
dengan atap pelana. Filosofi yang terkandung dalam Rumah Panjang yang
dihuni oleh puluhan kepala keluarga dalam satu atap tersebut, yaitu nilai
kebersamaan, kerukunan, persamaan hak, tenggang rasa, serta saling menghormati.
4.
Lantai terbuat dari kayu, berdinding kayu dan atap rumah terbuat dari bahan
sirap. Kayu yang dipilih untuk membangun Rumah Panjang adalah menggunakan bahan
kayu berkualitas, yaitu kayu ulin (Eusideroxylonzwageri T et B).
5.
Renovasi
Rumah Panjang dan Syaratnya:
a)
Penambahan
bagian rumah, harus ke arah hulu. Dalam aturan adat, kalau ke hilir artinya
mundur ke belakang.
b)
Mengikuti
arah hilir dilarang (pamali) karena dinilai mengikuti arus air yang membawa
hanyut. Sehingga mereka harus melawan arus.
c)
Dilakukan
ritual khusus saat mulai menyiapkan bahan kayu untuk mernovasi.
6.
Ritual Manyanggar digelar saat masyarakat ingin membuka lahan baru
untuk pertanian, mendirikan bangunan untuk tempat tinggal atau sebelum
dilangsungkannya kegiatan masyarakat dalam skala besar.
7.
Saat ini rumah panjang kehilangan “Roh” nya karna telah
diperas dan dipromosikan serta di jual sebagai salah satu komoditas industri
pariwisata . Sedangkan hasilnya hanya sedikit yang dinikmati oleh suku dayak
sebagai pemilik sejati.
8.
Rumah
Panjang berangsur-angsur menghilang di Kalimantan. Kalaupun masih bisa
ditemukan penghuninya tidak lagi menjadikannya sebagai rumah utama, tempat
keluarga bernaung, tumbuh dan berbagi cerita bersama komunitas.
Daftar Pustaka
http://penulisopini.blogspot.com/2013/08/nama-lain-rumah-adat-kalimantan.html
https://www.facebook.com/permalink.php?id=583291418366633&story_fbid=343972629036149
http://www.tipswisatamurah.com/2012/03/rumah-panjang.html
http://een18.blogspot.com/2013/05/rumah-panjang.html (03-03-2015)
http://www.antaranews.com/berita/473610/rumah-panjang-simbol-persatuan-suku-dayak (04-03-2015 : 4:20)
Komentar
Posting Komentar